Mengenai Saya

Foto saya
Febrina Dwi Puspitasari yang biasa disapa febri/vhe...putri ke 2 dari 2 bersaudara...asli dr Solo yang sekarang sedang belajar banyak hal tentang kehidupan di Yogyakarta....

Senin, 06 Agustus 2012

My 05:02

Baru tadi siang nama ini tercetus. Spontan.

Empat bulan sudah aku bersama kalian dalam sebuah perjalanan yang menggunakan sebuah kapal kecil. Tidak pernah kusangka, kapal sekecil ini bisa membuat kita mengalami begitu banyak hal yang luar biasa. Dulu, di awal, aku tak mengenal kalian. Tau nama kalian memang iya, tapi hanya sekedar itu saja, bahkan ada beberapa yang membuatku takut, karena cerita yang kudengar tentang kalian.

Entah bagaimana awalnya, di awal bulan kelima akhirnya kita berkumpul. Sarapan bersama di sebuah tempat, dengan masing – masing membawa “upeti”. Ternyata pagi itu menjadi sarapan yang istimewa, sarapan yang membawa kita ke moment yang luar biasa. Ya, pagi itu kita menyepakati untuk melakukan perjalanan bersama dua pekan kemudian. Tak butuh waktu lama untuk menyepakati pembagian peran. Aku, seperti biasa, mendapat peran sebagai ibu logistik.

Sehari sebelum perjalanan kita, ternyata aktivitasku luar biasa padat, pulang ke kos ketika matahari sudah tenggelam. Aku pun memaksakan diri untuk berbelanja sekenanya, apapun yang bisa ku dapat akan aku beli, mau memasak apa juga baru kupikirkan saat itu juga. Aku memutuskan untuk meracik bahan – bahan masakan ketika penghuni kosku mulai bersiap menarik selimut mereka. Dengan sedikit terkantuk – kantuk, kucoba menelateni memotong dari satu sayur ke sayur yang lain, dengan harapan, agar ketika bangun esok pagi, tak lagi terlalu banyak yang harus aku lakukan, hanya tinggal memasak.

Lelahku ketika mempersiapkan bekal ternyata terbayar lunas dengan perjalanan kita hari itu. Terhitung kurang lebih 12 jam kita lewatkan bersama pada hari itu. Mengunjungi 2 tempat utama, dan 1 tempat transit untuk ishoma di tempat yang jauh dari “peradaban” sungguh membuat kita belajar banyak hal. Belajar memilih lagu yang tepat ketika perjalanan, belajar bersyukur bisa menikmati keindahan alam, belajar mengetahui proses yang harus dilalui oleh sebuah makanan (agar tak menyia – nyiakan), dan yang terpenting, hari itu kita belajar untuk mengenal teman seperjalanan.

Dua bulan setelahnya, kita sibuk dengan agenda kita masing – masing, hingga tak lagi sering berkomunikasi. Hingga pada suatu hari di awal ramadhan, ada salah satu dari kalian menyapa, dan menawarkan untuk berkumpul dalam rangka membagi kebahagiaan. Sore itu, di moment ketiga kita, banyak hal yang kita saling bagikan, dari mulai studi, pekerjaan, milad, sampai hal – hal kecil lainnya. Indahnya langit sore, semakin menambah spesialnya moment ke-3 kita itu.

Beberapa hari belakangan ini ketika secara emosi aku sangat labil, kalian begitu setia mendukungku. Membantuku mengembalikan kondisi normalku. Tingkah kalian, kata – kata kalian, tak bisa kupungkiri, itulah yang akhirnya bisa mengembalikan senyumku lagi.

Puncaknya hari ini, ketika lagi – lagi kalian mempercayakan persiapan kejutan manis untuk saudara kita padaku. Tak kusia – siakan, dengan sungguh – sungguh kusiapkan semuanya, kupikirkan ide – ide baru hingga tak jarang dahi ku sampai berkerut – kerut memikirkannya. Walaupun hari ini tak ada forum khusus seperti 2 penyerahan kejutan manis yang sebelumnya, tapi sungguh, hari ini kalian membuat pelupuk mata ku menghangat, karena terharu.

Kalian yang dulu bukan siapa – siapa bagiku, sekarang seperti keluargaku. Keluarga yang akan senantiasa saling mendukung dan menguatkan, agar kapal kecil kita ini bisa sampai ke tujuannya dengan selamat. Kita memang tak menaiki kapal besar, yang tentunya memiliki awak kapal dengan jumlah yang lebih banyak. Terkadang aku masih merasa iri melihat kapal besar itu berlayar, apalagi ketika ada awak kapalnya yang melambaikan tangan ke arah kapal kecil kita. Walaupun begitu, karena kalian, hari ini aku begitu yakin bahwa kita bisa membawa kapal kecil ini berlayar hingga ke tempat yang dituju.

Ramadhanku tahun ini memang begitu berkesan karena kalian. Dan aku bangga memiliki kalian sebagai keluarga baruku. Semoga bisa tetap saling menguatkan dan mengingatkan dalam keimanan.

pemandangan ketika makan siang ^,^

“Meski yang menghubungkanku dengan seseorang hanya selembar benang, maka itu akan kujaga…Jika dia ulurkan, akan ku kencangkan…Jika dia kencangkan, akan ku kendurkan, sehingga benangitu tidak akan pernah terputus… (Muawiyah Ibnu Sufyan)”

Ana uhibbukum fillah…”MY 05:02”
Blimbingsari CT IV/69
6 Agustus 2012
23:57
(ditemani ~~> Kita-SO7)

Kamis, 02 Agustus 2012

dari Trisik ke Glagah...^^

“Ama, kamu ikut agenda yang di Trisik besok itu gak?” tanyaku pada suatu pagi.
“iya, kamu juga?” jawab temanku, Ama.
“he’eh…kamu mau berangkat kapan?” tanyaku lagi.
“aku diminta dari hari jum’atnya, soalnya katanya panitianya kurang, kasian…bareng yuk..” ujar Ama sambil mengedip – ngedipkan matanya.
“hah? Kurang? Bukannya panitiannya banyak ya? Aku sih sebenernya cuma diminta bantu jadi pemandu FGD sabtu siangnya,gak papa deh berangkat jum’at…tapi aku baru bisa berangkat sekitar jam 5..gimana?” tanyaku sambil memasang muka memelas.
“gak papa deh..aku juga mau ada agenda dulu kok..” sahutnya.
Akhirnya jum’at sore aku dan Ama pun berangkat sesuai dengan waktu yang kami sepakati, dengan bermodalkan sms ancer – ancer dari Tri, yang sudah lebih dulu berada di TKD (Tempat Kejadian Daurah) yaitu di pantai Trisik. Sore itu Ama yang memegang kemudi karena dia yang lebih tau seluk beluk jalan menuju ke tempat tersebut.
Saat motor mulai melaju, aku mengirimkan sms kepada Tri, “aku sama Ama baru aja berangkat dari kampus, mau titip apa?”. Selang beberapa menit, HP ku bergetar, “nitip beliin lem lalat dong, disini lalatnya minta ampun banyaknya, tadi aja aku pas makan kudu balapan sama lalat. Sama nitip air mineral..eh, sama snack juga deh..”.
Aku pun menepuk pundak Ama, yang sedang fokus mengendarai motor, “Ma, kata Tri, dia nitip dibeliin lem lalat, kita mampir ke toko dulu yaaa…” kataku setengah berteriak. Dan Ama pun hanya mengacungkan jempol tangan kirinya saja padaku.
Adzan maghrib menggema ketika kami memasuki jalan Bantul. Setelah mampir ke minimarket untuk membelikan barang titipan Tri, kami memutuskan untuk rehat sejenak, sekalian mengisi perut yang sedari tadi siang belum ditunaikan haknya. Tepat ketika jam hape menunjukkan angka 18:15, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai Trisik.
Berbagai tema obrolan menemani kami sepanjang perjalanan. Beberapa kali aku pun harus turun dari motor untuk bertanya, memastikan bahwa jalan yang kami lewati benar. Lepas dari jalan raya, akhirnya kami hanya tinggal mencari beberapa ancer – ancer saja. “…lurus aja, nanti sampe di pertigaan yang ada gardunya, belok kanan, ikutin jalan nanti nemu masjid di kiri jalan, kami disana..” itu bunyi ancer – ancer terakhir.
“Ma, bener ini kan jalannya, kok gelap banget ya…jangan ngebut – ngebut ma, aku tak sambil liat dimana pertigaan yang ada gardunya” kataku pada Ama.
“kayaknya sih bener mbep, iya nih, aku juga serem, gelap banget, mana kita cuma berdua, akhwat pula…” sahut Ama yang ternyata tak kalah khawatir.
“iya Ma…nggak lagi – lagi deh berangkat jam segini tanpa ada yang ngawal…horor e...”
Tak berapa lama kemudian, aku melihat sebuah bangunan semacam gardu di kanan jalan.
“ Ma, itu…ada gardu…kayaknya itu deh yang dimaksud…” teriakku.
“iyaaa….alhamdulillah…berarti tinggal deket lagi nih, tuh aku juga udah denger suara ombak..” sahut Ama antusias.
Ketika motor kami semakin mendekat ke pertigaan dan akan berbelok ke arah kanan, ada sesosok bapak – bapak tua yang tersorot oleh lampu motor. Bapak itu berdiri tepat di sudut jalan, mengenakan caping, dan hanya menatap kami, tanpa bergerak sedikit pun, bahkan terkesan tidak mempedulikan bahwa dirinya tersorot silaunya lampu motor kami.
Deg…deg…deg…
Tanpa sadar aku langsung mencengkeram pundak Ama dengan kuat.
Ternyata bukan hanya aku, Ama pun merasa ada yang aneh dengan bapak tadi, “mbep, bapak tadi napak gak ya?kok serem…kamu pegangan aku terus ya…biar aku tau kalo kamu masih bonceng aku..” katanya serius.
“iiiihhhh…Ama….kamu ini…udah, buruan aja deh, aku jadi tambah deg – degan nih…mana ni jalan gak ada lampunya sama sekali gini…” sahutku sambil bergidik.
Beberapa menit kemudian akhirnya kami sampai di masjid yang dimaksud, walaupun harus nyasar dulu ke mushola kecil yang kami lewati sebelumnya. Dari masjid itu, ternyata kami masih harus berpindah ke basecamp akhwat, yang cukup jauh dari masjid itu.
Sesampainya di basecamp, aku agak terkejut melihat jumlah peserta yang hadir tidak mencapai setengah dari target yang beberapa hari lalu disampaikan padaku. “kok cuma segini, apa yang salah ini?” kataku dalam hati
Selidik punya selidik, setelah bertanya sana – sini, ternyata publikasi yang sudah disiapkan jauh – jauh hari, disebarkan dalam waktu yang terlalu mepet dengan tanggal acara. Selain itu banyak juga peserta yang izin menyusul dan bahkan sama sekali tidak konfirmasi. Saat itu karena jumlah panitia juga terbatas, akhirnya aku membantu mempersiapkan sesi materi malam yang akan diisi oleh bos Enda. Sebenarnya malam itu aku agak bingung, karena sudah cukup lama bagiku, tidak ada forum materi gabungan saat hari sudah malam.
Kekagetanku malam itu belum usai, karena kudengar ada 2 panitia akhwat yang akan menyusul ke TKD malam ini, kulirik jam di HPku, sudah hampir jam 9 malam. Sebisa mungkin aku mencoba membujuk mereka untuk tidak berangkat malam itu dan menyusul besok pagi saja, karena aku membayangkan mereka akan melewati jalan yang tadi aku dan Ama lewati. “duh, jam segitu tadi aja udah serem, apalagi kalo udah tambah malem gini”, bisikku dalam hati. Tapi rupanya aku masih belum mahir dalam membujuk orang, mereka pun tetap berangkat, tanpa dikawal seorang ikhwan pun. Yah…saat itu aku hanya bisa berdoa, semoga Allah melindungi mereka di sepanjang perjalanan.
~~~
Saat membuka mata, aku begitu terpesona dengan suasana pantai pagi hari, udara yang sejuk diiringi debur ombak adalah kombinasi yang sangat pas untuk membangkitkan semangat. Usai melakukan aktivitas pagi (bersih diri, olahraga, dan sarapan) tiba – tiba aku dan Ama diajak oleh Tika untuk melakukan survey rute untuk longmarch di hari terakhir. Karena pagi itu aku sedang penuh semangat, jadi aku mengiyakan saja, lagipula saat itu yang terpikir olehku, kami hanya akan fixasi rute.
Ternyata kami tak hanya pergi bertiga, karena Angga dan Arif pun juga turut serta. Mengambil rute dari basecamp lurus ke arah barat, kami pun dengan telaten menyusuri jalanan beraspal. Hingga jalanan beraspal itu habis dan berganti jalan yang berbatu, kami tetap memutuskan untuk tetap lanjut, karena belum menemukan tempat yang tepat dan juga jarak yang dirasa masih sangat dekat.
Sambil melewati jalan yang berbatu dan terkadang juga berpasir, aku iseng bertanya kepada Tika yang saat itu kubonceng, tentang rute yang sudah disurvey sebelumnya. Dan yang mengejutkan, ternyata sebelumnya tidak ada  survey yang benar – benar bertujuan untuk mencari rute longmarch. “hadoh..tepok jidat banget nih”, kataku dalam hati.
Melewati jalan yang berpasir, menuntut konsentrasi yang sangat tinggi, ditambah, harus melewati begitu banyak gunungan kotoran ayam yang ditumpuk di pinggir jalan untuk bahan pupuk kompos..errr….perjuangannya begitu luar biasa. Semakin lama tak ada lagi rumah yang kami lewati, hanya petak – petak kebun semangka, cabe dan beberapa tanaman lain yang tampak tumbuh dengan suburnya.
Sampai di sebuah pertigaan, kami menemukan sebuah lahan luas yang di dalamnya terdapat berbagai macam alat berat, selain itu banyak truk – truk pasir yang keluar masuk di area tersebut. Ternyata sedang ada proyek pembangunan dermaga pantai Glagah. Kami pun memilih mengambil belokan ke arah kanan dan kembali menyusuri jalan yang kali ini sudah tidak berbatu lagi, “hanya” berpasir. Mendekati pusat proyek, pasir yang ada di jalan mulai semakin tebal. Aku pun semakin memusatkan konsentrasiku. Tiba – tiba…brukk…ban depan motor yang kunaiki slip. Praktis aku dan Tika terjatuh di atas jalan yang ternyata tebal pasirnya hampir mencapai 10 cm.
“eh, kalian gak papa kan? Sini motornya biar aku aja yang bawa ke pinggir..” Arif bergegas menghampiri kami.
“gak papa…gak sakit kan pasti, lha wong empuk kok pasirnya..hehe..” sahut Angga tiba – tiba.
Aku dan Tika pun buru – buru menepi, karena ternyata di belakang kami ada sebuah truk pasir yang akan lewat. “iya..sakit sih nggak…tapi malunya minta ampun..”, kataku dalam hati sambil bersungut – sungut.
Setelah rehat sejenak pasca insiden memalukan tadi, kami pun melanjutkan perjalanan. Kami bersepakat untuk menjadikan objek wisata Pantai Glagah sebagai titik finish untuk longmarch besok. Alhasil kami pun masuk ke pantai Glagah untuk mencari titik yang cocok digunakan sebagai finish sekaligus untuk penutupan agenda.
Karena konsep longmarch yang sama sekali belum tersusun, kami pun terpaksa melakukan syuro dadakan untuk memfixkan konsep acara puncak tersebut. Setelah mengalami perdebatan yang cukup panjang, akhirnya kami menyepakati alur longmarch untuk besok pagi. Rencananya, peserta akan dibangunkan jam 2, trus langsung disuruh wudhu, tahajud, dan nyiapin barang – barang yang menurut mereka perlu dibawa, nanti jam 03.30 mereka naik mobil pickup buat dibawa ke pantai pertama yang kami temukan saat survey. Mereka akan sholat subuh dan sarapan disana. Jadi, nanti mereka akan mulai jalan dari sana.
Setelah menyepakati beberapa hal, akhirnya kami bersegera kembali ke basecamp, karena sebentar lagi adalah sesi FGD dan beberapa kami harus bertugas sebagai fasilitator. Selama kami berlima pergi, ternyata peserta mendapatkan materi dari 5 narasumber, yang dimoderatori oleh bos Enda.
Pasca FGD, mayoritas peserta tampak bosan dan kurang bersemangat. Mungkin efek dari pagi mereka dijelali materi dan diskusi. Nah, untuk mengembalikan mood peserta guna menghadapi klimaks acara di hari terakhir, akhirnya malam itu diisi dengan sesi haflah. Selain peserta, panitia pun juga menampilkan haflah. Walaupun disiapkan dalam waktu yang sangat singkat, alamdulillah sesi ini bisa membuat wajah peserta kembali berbinar – binar.
Usai haflah, peserta diminta langsung beristirahat. Sementara panitia akhwat, justru mulai menggelar lapak di dekat kompor, untuk membantu sie konsumsi menyiapkan bekal makanan untuk pagi hari. Menjelang sepertiga malam terakhir, kami baru bisa beristirahat. Malam itu kami pun harus tidur di luar beralaskan tikar dengan ditemani tiupan angin pantai malam hari yang cukup menusuk kulit. Bahkan ada beberapa akhwat yang memilih tidur sambil duduk di atas kursi kayu, karena tikar yang digelar sudah tak memungkinkan lagi menerima tambahan personil.
~~~
Sesuai rencana, pagi – pagi buta, setelah melakukan shalat tahajud, peserta mulai diangkut ke titik pemberangkatan longmarch dengan menggunakan mobil pickup yang dikemudikan oleh bos Enda. Panitia pun terbagi dua tim. Beberapa tinggal di basecamp untuk menyiapkan makan siang, selebihnya berjaga di pos – pos game yang disiapkan di beberapa titik rute longmarch.
Ba’da subuh, tim yang berjaga di pos pun bersiap berangkat menuju pos nya masing-masing, yang saat itu dikomandani oleh Angga. Kami pun konvoi menuju titik akhir terlebih dahulu. Satu per satu diantar ke posnya. Lagi – lagi harus melewati, area proyek pembangunan dermaga. Aku yang pagi itu memboncengkan Wita khawatir, kejadian kemarin siang terulang lagi. Untungnya, area tempat aku jatuh kemarin, pagi ini pasirnya sudah disiram yang membuat pasirnya memadat dan aku pun berhasil melewatinya tanpa kesulitan.
Lepas dari area proyek pembangunan dermaga itu, kami dihadapkan pada jalan yang sempit lagi berbatu dan berpasir. Jatuh lagi? Tentu tidak…eh…Alhamdulillah tidak…kan sudah berpengalaman..hehe..Beberapa menit kemudian..brakk…ada satu motor yang terjatuh..ternyata itu motor yang dinaiki Tri.
“eh, nggak papa kan? Pelan – pelan aja..banyak pasir soalnya disini…”, kata Angga
Aku pun berbisik pada Wita, “aku tau apa yang sekarang dirasain sama Tri…sakitnya sih gak seberapa, tapi malunya luar biasa..hehe”.
            Longmarch pun berjalan sesuai dengan rencana, diselingi beberapa pos game yang ternyata cukup bisa membuat peserta kembali bersemangat setelah melalui perjalanan yang panjang, panas dan melelahkan. Senang rasanya melihat mereka yang bersemangat seperti itu. Selesai melakukan tugas menjaga pos, aku dan Wita langsung tancap gas, bertolak ke pantai Glagah. Ternyata beberapa orang penjaga pos yang lain sudah disana.
Moment ini kami nikmati layaknya sedang rihlah, ada yang duduk di tepi laguna sambil melihat perahu – perahu yang lewat, ada yang menikmati pemandangan sambil bermain air, ada yang foto – foto, dan ada yang hanya tiduran di rerumputan. Tanpa kami ketahui, di belahan bumi yang lain, tepatnya di basecamp, beberapa orang sedang berjuang mati – matian untuk menyiapkan menu makan siang.
Jumlah panitia yang minim ternyata juga berefek pada penyiapan makanan untuk makan siang. Pagi tadi hanya 2 orang akhwat yang menyiapkan menu makan siang. Untungnya sebelum matahari meninggi, bala bantuan datang. Ada Ida yang datang setelah menyelesaikan job nya sebagai perkap. Tak lama setelah itu, bos Enda dan satu temannya yang datang untuk mencari beberapa suap makanan pun turut menjadi korban.
Mereka berdua mendapat jatah membantu memotong sayur dan membuat sambal. Usai memotong dan mencuci sayur, ketika hendak membuat sambal, bos Enda yang mencari cobek pun harus kecewa, karena ternyata cobek yang diharapkan ada itu tidak terbawa. Alhasil, bos Enda dan temannya pun akhirnya mengiris cabe yang sudah disiapkan seplastik penuh, dan juga beberapa butir bawang putih. Dengan telaten, diirisnya dari satu cabe ke cabe yang lain, dari satu bawang ke bawang yang lain, dan kemudian entah bagaimana caranya akhirnya jadilah racikan sambal ala mereka berdua satu panci plastik penuh. Tak hanya cobek, ternyata alat masak yang lain pun juga minimalis, sehingga membuat tim konsumsi agak kesulitan menyiapkan makanan dalam porsi yang banyak.
~kembali ke pantai Glagah~
Beberapa jam kemudian para peserta mulai berdatangan, aku dan Wita pun beranjak dari tepi laguna ke arah peserta. Membantu sang instruktur perjalanan mengkondisikan mereka. Tampak dari wajah para peserta ekspresi kelelahan dan juga…mmm…agak “browning” karena terbakar sinar matahari sepanjang perjalanan. Karena saat itu sudah masuk waktu shalat dzuhur, maka mereka langsung mengambil air wudhu dan bergegas sholat, agar mereka juga bisa bersegera duduk beristirahat dan menunggu makan siang yang tak kunjung datang.
Tak berapa lama kemudian sebuah mobil pickup dikawal beberapa motor mendekat. Yak…itu adalah mobil penyelamat perut – perut yang keroncongan. Langsung saja aku membantu menurunkan makanan – makanan yang ada. Nasi, sayur, lauk, buah, dan tak lupa sambal. Masing – masing di bagi menjadi dua bagian, satu untuk ikhwan, dan satu untuk akhwat. Saat sedang makan bersama, ada salah satu peserta yang bertanya padaku, “mbak, ini yang bikin sambel pasti sambil pake emosi ya..???”
“eh, emang kenapa dhek?”, tanyaku.
“lha wong sambelnya pedesnya minta ampun kayak gini kok…setan aja bisa tobat mbak kalo makan ini..”, jawab si adhek sambil kepedesan. “emang siapa sih mbak yang bikin..???”, lanjutnya.
Sontak, aku dan Wita (yang mengetahui cerita di balik sambel itu) saling berpandangan, lalu sama – sama tersenyum, dan menjawab, “ehehe…nggak usah tau ya dhek…yang jelas, dibuatnya pasti dengan penuh cinta kok…^^”.
~~~
Matahari perlahan mulai condong ke barat, menandakan waktu semakin sore. Usai penutupan di tepi laguna, seluruh peserta dan panitia pun akhirnya pulang menuju kampus. Daurah kali ini memberikan begitu banyak pelajaran, salah satunya tentang betapa kita masih begitu sering kurang maksimal mempersiapkan sebuah acara.
Masih saja banyak banyak ditemui, agenda yang publikasinya mepet hari H, panitia yang kurang koordinasi, adanya panitia  tambahan yang tidak di transfer tugas dan konsep acara, dan banyak hal lain. Tak heran, sering muncul orang – orang seperti bos Enda, yang jika ada award dengan kategori panitia ter-Multifungsi, maka dia yang akan memenangkannya..hehe..Semoga, ke depan tidak ada lagi daurah dengan tujuan luar biasa yang tidak dipersiapkan dengan maksimal.
Kepanitiaan daurah ini pun diakhiri dengan satu tugas penting, yaitu membeli panci baru untuk menggantikan panci pinjaman yang menjadi korban kecelakaan. Panci pinjaman yang malang  itu harus menerima kenyataan yang menyedihkan, dalam kondisinya yang masih kotor pasca digunakan, dia pun peyok setelah tertabrak oleh satu sisi ban mobil…


Blimbingsari
2 Agustus 2012

Senin, 30 Juli 2012

Di puncak mercusuar kami melepas penat ^^ (repost)


Note ini ku tulis setelah tadi siang aku bersama teman bolangku Nurul Hidayati benar-benar membolangkan diri...

Berawal dari banyak hal yang datang bertubi-tubi di bulan ini,baik dari amanah akademik maupun amanah yang lain.. ditambah lagi nasib amanah - amanah kedepan yang susah utk disinkronkan..(menurut ku..)..semua itu secara perlahan menaikkan grafik kejenuhan yang ada padaku..
Dan munculah sebuah ide untuk rihlah bareng yang awalnya kami rencanakan dihari selasa kemarin dengan tujuan salah 1 pantai d gunung kidul..tp manusia hanya bisa berencana..tapi Allah lah yang menentukan…rencana hari itu gagal karena beberapa hal.
Kami pun mereschedule rencana rihlah menjadi hari ini..alhamdulillah Allah meng-acc nya..^_^
Setelah mendapat beberapa referensi tempat tujuan,akhirnya kami menetapkan pilihan untuk pergi ke pantai Pandansari... Dan perjalanan pun dimulai dari jam 10..dengan berbekal sms ancer-ancer…dengan PDnya kamipun berangkat..
Ancer – ancer  pertama (masjid agung Bantul) pun kami dapati dengan mudah…
ancer - ancer kedua (jembatan merah & plang pantai pandansari) cukup membuat perjalanan menjadi lama..karena dalam bayangan kami :
1. jaraknya tidak terlalu jauh dari ancer - ancer pertama
2. jembatan yg dmaksud adalah jembatan yang besar
3. plang yang dimaksud adalah plang yang gede warna hijau
tapi ternyata...salah semua, tak seperti yang dibayangkan -.-" setelah akhirnya ketemu sama jembatan merah, kami menyusuri jalan untuk menuju ancer - ancer ketiga (perempatan)..
Setelah melewati jalan yang berkelok - kelok, yang kami dapati hanya pertigaan saja.. ndak ada perempataan.. sampai pada akhirnya kami malah sampai di pos masuk pantai Kwaru.. (lhah..kok..malah kwaru..@.@) kami pun bertanya pada bapak penjaga pos..dan kata si bapak, "wah, nek pandansari musti puter balik mbak,sekitar 10km ikutin marka jalan..ntar ada plangnya kok.." (glodak..appa?puter balik 10km?ngek ngok..-.-") sambil cekikikan di jalan, kami pun kembali menyusuri jalan tadi... alhamdulillah ketemulah plang bertuliskan "PANDANSARI"..
Ternyata perempatannya ituuu…bkn perempatan biasa..(cz ada 1 jalan yang hampir mirip jalan setapak) ditambah lagi tulisan pandansari ada dipapan yang hampir bulukan & sebagian tertutup pilox…weleh2.. -.-" akhirnya kamipun sampai di pantai Pandansari.. (yang ternyata gak sampe 10km..-.-")
Sesampainya disana…setelah sejenak menikmati berjalan & f*** di tepi pantai, kami menuju mercusuar & langsung naik ke puncak (dengan terengah-engah tentunya).. ternyata di atas sedang ada 2 sejoli yang menikmati pemandangan...dan kamipun sepertinya (sengaja) membuat mereka terganggu…hihihi…ditambah lagi nurul yang pake minta mbaknya buat potoin kami… Selama kurang lebih 15menit kami duduk di tepi pembatas mercusuar.. (dengan sandal dilepas).. setelah dirasa cukup fresh dengan melihat view yang cantiknya subhanallah.. kami memutuskan untuk turun.. setelah aku memakai sandal coklatku, nurul masih celingak celinguk.. ternyata sandal putihnya raib secara MISTERIUS..wkwkwk..diliat ke bawah..ndak ad..kmanaaa ni sendal..
Alhasil nurul pun turun tanpa sendal putihnya..sampai diparkiran kami baru inget kalo aku membawa sepatu juga..(maklum..dr kmpus..) akhirnya sandal ku dipake nurul.. Ditengah jalan menuju masjid agung Bantul untuk sholat dzuhur, hujan pun turun..hoho..dipantai ndak maen basah – basahan... dijalan tetep basah..^^ hbs sholat, next: makan..siang tadi kami memesan 2 porsi soto & 1 porsi mie ayam..(wow..)
Time to go home.. Menuju janti (untuk melanjutkan perjalanan ke solo).. ditengah perjalanan, nurul tiba-tiba berteriak histeris, minta berhenti.. ternyata dia melihat penjual sandal dan mau membeli ...huft... Dan ternyata itu bukan akhir dari keanehan perjalanan kami.. ketika hampir sampai jalan solo,sandal baru nurul kesenggol kaki ku, dan seketika jatuh.. reflek dia nepuk punggung ku.. dan kau langsung berhenti.. alhasil….piiiimmm..kami pun mendapat hadiah klakson dari taksi yang di belakang kami..akhirnya aku kepinggir sambil liat nurul yang cengar cengir ambil sandal..alhamdulillah sampai di janti dengan selamat dan sampai solo juga dengan utuh..wkwkwk…yang terpenting adalah.. merasa lebih fresh setelah kejadian – kejadian  tadi…^^
Well...dari perjalanan hari ini ada 1 hal yang sama - sama kami dapat.. yaitu: terkadang kita memang perlu sejenak keluar dari rutinitas.. untuk menghirup udara dari luar...bukan bermaksud lari dari amanah… tapi untuk mencoba menaikkan kembali grafik semangat, agar lebih fresh dalam bergerak ke depan… sebelum benar - benar sampai di titik jenuh & benar - benar jatuh..^^ coba liat deh balon… balon gak bisa kan ya diisi udara berlebihan... kalo sudah gak muat, ya udara yang di dalam dikurangi… biar itu balon ndak meletus...(ini menurut ku..) jadi… rihlah atau rehat sejenak itu perlu... jangan sampai kita terus – terusan memberi beban,tanpa memikirkan fisik/psikologis.. (berlaku untuk diri pribadi atau untuk adik – adik kita..)



Solo,13 Januari 2011,23:20 ^.^

Tarbiyah??? How Can???


Menceritakan pengalaman seorang Febrina Dwi Puspitasari atau yang sering disapa “vhe” ini mengenal tarbiyah rasanya tidak akan lengkap tanpa menceritakan pula kondisinya sebelum masuk kuliah..

Dulu…jauh sebelum mengenal kata Tarbiyah…
Dibesarkan di keluarga yang kurang islami membuat kehidupan agamanya biasa – biasa saja sejak kecil. Aktivitas agama yang rutin hanya TPA, selebihnya tidak ada. Kondisi ini “diperparah” dengan lingkungan bermain yang ketika itu memang mayoritas laki – laki, menjadikan Vhe kecil tumbuh menjadi sosok gadis kecil yang sangat tomboy dan sangat galak. Sejak duduk di bangku TK,  sudah sering terjadi baku hantam antara dia dan anak laki-laki yang biasanya terjadi karena anak laki – laki itu menjahili temannya yang perempuan.
Namun, ketomboyan dan kegalakan itu perlahan mulai berkurang. Saat  duduk di bangku kelas 3 SMP, bertepatan dengan kakaknya (yang sebelumnya sangat aktif ikut organisasi di kampung) diterima kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Vhe memutuskan untuk mengambil bagian menjadi guru TPA di masjid di dekat rumahnya. Tak hanya itu, akhirnya dia pun memutuskan untuk mengikuti remaja masjid dan karang taruna yang ada di kampungnya. Awalnya, dia memang ikut hanya karena wejangan dari orang tuanya untuk menggantikan kakaknya yang sudah tidak bisa aktif lagi, tapi ternyata dia begitu menikmati perannya saat itu.
Bertepatan dengan bergabungnya dia di remaja masjid, ternyata saat itu ada program baru, yaitu kajian makalah rutin sepekan sekali  yang dipandu oleh seorang ustad yang dokter. Kajian rutin inilah yang nantinya membuat Vhe sangat bersemangat untuk berjilbab, yang kemudian membuatnya melakukan perjuangan keras untuk pertama kalinya.
Perjuangan keras?
Ya…karena tak mudah baginya saat itu mendapat izin dari ayahnya untuk mengenakan jilbab. Alasannya adalah ayahnya tak yakin bahwa putrinya yang baru beranjak remaja itu bisa konsisten dengan keputusannya. Beliau khawatir putrinya akan “plin-plan” dan akhirnya melepas jilbab setelah tak lagi bersemangat. Selain itu, kekhawatiran lain timbul karena beliau mendapat cerita kurang mengenakkan tentang Rohis SMA yang akan menjadi tempat bersekolah putri bungsunya. Jaman dahulu kala, memang Rohis di SMA tempat Vhe bersekolah ini terkenal sangat “strick”. Dari berita yang beredar, tak sedikit siswa anggota Rohis yang pada akhirnya lebih mendengarkan kata “guru ngaji” nya dibandingkan kata orangtuanya. Berdasar itulah, sang ayah melarang keras putrinya yang menurut beliau masih labil itu untuk memakai jilbab saat SMA,dan beliau baru akan mengizinkan ketika putrinya sudah memasuki dunia perkuliahan.
Dengan perjuangan yang cukup melelahkan, karena harus melewati konflik batin dengan ayahnya dalam waktu yang cukup lama, akhirnya saat naik ke bangku kelas 2 SMA, Vhe pun nekat mengenakan jilbab tanpa izin dari ayahnya. Bahkan baju seragam panjang dan jilbab untuk ke sekolah pun ternyata sudah dia siapkan dengan uang hasilnya mengajar les privat. Meskipun tanpa melalui dialog dengan ayahnya, kenekatannya kali ini sudah mendapat izin dari sang ibu, dengan syarat dia tidak boleh mengikuti aktivitas organisasi apapun di sekolah.
Yah…alhasil, masa 3 tahun di SMA, Vhe habiskan tanpa mengikuti satu pun organisasi. Jadi, di sekolahnya saat itu dia hanyalah seorang murid biasa, yang hanya di kenal oleh teman sekelas dan beberapa teman dari kelas lain. Meskipun di sekolah dia bukan seseorang yang aktif di organisasi, berbeda sekali ketika di rumah. Hampir seluruh waktunya setelah pulang dari sekolah dia habiskan untuk mengurus berbagai kegiatan di TPA, Remaja Masjid, dan Karang Taruna. Kegiatan – kegiatan inilah yang nantinya menjadi salah satu motivasinya berkarya ketika di bangku kuliah.

Dulu…awal bersentuhan dengan Tarbiyah…
Dulu ketika SMA, Vhe memimpikan kuliah di jurusan Psikologi UNDIP, namun akhirnya takdir membuatnya “terdampar” di jurusan Gizi Kesehatan UGM.
Yah…di jurusan inilah, dia mulai mengenal tarbiyah, penampilannya ketika itu yang sudah cukup “rapi” dan karakternya yang cukup supel membuatnya mudah dekat dengan beberapa orang temannya yang sudah mengenal tarbiyah jauh sebelum masuk ke dunia perkuliahan. Selain dengan teman sejurusan, Vhe ketika itu juga sangat mudah dekat dengan beberapa kakak angkatan, “mbak – mbak jilbaber” yang begitu ramah dan mempesona, yang ternyata beberapa sudah mengetahui bahwa dia adalah adik dari salah seorang “kader” di fakultas sebelah. Mereka lah yang perlahan tapi pasti mengenalkan Vhe kepada Tarbiyah.
Perjalanan tarbiyah Vhe ini dimulai ketika merasakan asyiknya dibina di forum kecil AAI, yang membuatnya memutuskan untuk melanjutkan pembinaan itu karena merasa kurang jika hanya mengikutinya selama satu semester. Sampai dengan berbagai amanah yang akhirnya dipercayakan kepadanya, semua itu membuat dia begitu menikmati masa – masa berkarya di kampus.
Di awal tahun pertama dia tercatat sebagai staf bidang Kerohanian HIMAGIKA dan staf bidangPSDM KaLAM. Di tahun pertama inilah dengan posisinya sebagai staf di bidang PSDM yang membuat kelak dia begitu mencintai dunia pengembangan sumber daya manusia atau dunia kaderisasi. Memimpikan bisa belajar banyak hal tentang dunia kaderisasi yang kelak bisa dia gunakan untuk mengembangkan organisasi yang dulu dia tekuni, itulah salah satu alasan kuat kenapa dia memilih masuk ke bidang PSDM.
Di dua tahun pertama perkuliahan, Vhe belum mengenal dengan baik, apa sebenarnya Tarbiyah itu. Bahkan ketika dia menjadi seorang Kabid PSDM KaLAM. Berbagai “alur” dia jalani, bukan dengan tidak sadar, bahkan dia sangat sadar bahwa dia sedang mengikuti “alur”. Tak jarang dia bertanya kepada kakaknya tentang hal – hal yang menurutnya janggal. Namun, tak jarang dia dapatkan jawaban, “nanti kalo sudah waktunya, pasti kamu  bakal tau”. Jika sudah mendapatkan jawaban itu, Vhe hanya bisa pasrah, dan karena salah satu sifatnya yang mudah penasaran, akhirnya dia tetap melanjutkan “alur” yang dia jalani.
Ya..Vhe memang adik seorang kader senior UGM, namun kakaknya sama sekali tidak memberikan intervensi apapun dalam proses Tarbiyahnya. Menjadi adik seorang kader senior bukan berarti bisa tau banyak hal, karena kakaknya hanya memantau dan memastikan adiknya melalui proses Tarbiyah yang alami, bukan “karbitan” karena kakaknya yang sudah tau banyak hal. Bahkan pernah kakaknya membiarkan Vhe mengikuti agenda yang diselenggarakan oleh salah satu gerakan di kampus, walaupun dengan senyum – senyum yang agak aneh. Ternyata setelah selesai dari agenda tersebut, Vhe kaget dan malas mengikuti program lanjutannya. Bahkan dia menjadi sangat kapok setelah selalu mendapat sms ajakan yang setengah “memaksa” di tiap pekannya.
Kata – kata khas dari kakaknya itulah yang akhirnya membuat setiap kali Vhe mendapatkan undangan atau di ajak ke agenda tertentu, dia selalu berfikir, “yang penting datang dulu saja lah, nanti disana juga bakal tau sebenarnya itu agenda apa”. Inilah yang mungkin membuatnya terkesan begitu “penurut” dibandingkan yang lain. Dan benar saja, memang tidak semua hal harus kita ketahui secara bersamaan. Banyak hal yang harus menunggu waktu yang tepat dulu untuk kita ketahui, karena akan mempunyai dampak yang kurang baik ketika kita mengetahuinya lebih awal.  
          Berbagai amanah yang dia emban, seperti ketika dia diamanahi sebagai Kabid Pembinaan AAI FK UGM menjadikannya semakin lama semakin memahami jalan tarbiyah yang telah dia pilih ini. Puncaknya ketika dia selama 2 periode diamanahi sebagai Sekretaris PKP AAI UGM, amanah yang membuatnya melihat suatu masalah dalam kacamata yang lebih luas daripada biasanya dan  menuntutnya untuk belajar tentang banyak hal.

Sekarang..di tahun kelima mengenal Tarbiyah…
Ya…sampai saat ini Vhe masih ada di dalam barisan orang – orang Tarbiyah.. #declare
Apalagi setelah dia bertemu dengan seorang ummahat yang begitu luar biasa, ummahat yang mengajarkan kepadanya banyak hal…dia berjanji kepada dirinya sendiri untuk terus melakukan perbaikan di dalam bingkai jamaah Tarbiyah..
Kenapa??
Karena tarbiyah telah membuatnya memahami Islam secara utuh…
Karena tarbiyah telah membuatnya berproses menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya..
Karena tarbiyah telah membuatnya merasakan manfaat yang begitu besar dari tarbiyah itu sendiri..
Karena tarbiyah telah membuatnya bersemangat untuk menebar kebaikan..
Dan karena tarbiyah telah mempertemukannya dengan saudara – saudara seperjuangan yang hebat, yang senantiasa saling menyemangati dalam melakukan kebaikan…
Semoga Allah senantiasa memberikan keistiqomahan untuk tetap memperjuangkan dien Nya, hingga jatah untuk hidup di dunia ini habis…


 Blimbingsari CT IV no 69
30 Juli 2012, 13:05

Rabu, 11 Juli 2012

Jadi...Apa salahnya menangis???


"Karna menangis adalah melembutkan hati,ketika beban yang dirasa tak mampu lagi ditampung hati maka tumpahkanlah dengan airmata… "

Beberapa hari belakangan ini, sesak rasanya…ada banyak hal yang ingin ku ungkapkan, tapi tak bisa…
Dan sore ini, ketika aku bertemu dengan 2 orang sahabatku…aku pun akhirnya mampu mengeluarkannya, ya, walaupun tidak semuanya…
Sore tadi awalnya kami akan membicaraan “proyek” kami bertiga, tapi ternyata tak banyak yang bisa kami bahas…
Akhirnya pertanyaan2 tentang kondisi kami masing2 pun muncul…awalnya, aku masih enggan untuk berbagi dengan mereka, karena aku merasa malu…karena aku merasa begitu tertinggal dibandingkan mereka…tapi karena mereka setengah memaksaku untuk mengatakan kondisiku, akhirnya aku pun menceritakan sedikit kondisiku ke mereka berdua…ya…hanya sedikit, dan aku tak berkenan (lebih tepatnya belum siap) membagi sisanya…karena aku nggak mau menangis di depan mereka.. (walaupun saat itu aku sebenarnya sudah hampir menangis)

“Ya Rabb…betapa sulitnya aku meneteskan air mata akhir – akhir ini…hingga sesak rasanya dada ini…”

Sesampainya di kos, aku pun bersegera mengajak adek2 kos untuk sholat bareng…
selesai sholat, saat kembali ke kamar, dan membaca sms dr seorang sahabat yang kutemui sore tadi, entah kenapa, rasa sesak yang akhir2 ini memenuhi dadaku rasanya meledak2…dan akhirnya, tumpahlah air mata yang sedari tadi kutahan…

Parahnya, ketika sudah seperti ini pasti akan susah berhenti…benar saja, melewati sesi tilawah ba’da maghrib, air mataku masih saja mengalir, bahkan semakin deras ketika sahabatku itu mengirimkan beberapa sms yang lain…
Ya…sms2 yang membuatku menyadari banyak hal…sms yang membuatku merasa malu karena belum berjuang maksimal…sms yang….ah sudahlah…dan..sampai Ba’da isya pun, air mataku masih tak kunjung berhenti…dia baru berhenti sesaat sebelum seorang teman datang berkunjung..
Hmm…kapan ya terakhir kali aku menangis se”betah” ini???huft…bahkan aku sdah lupa…

Biarlah...tak apa…
Biarlah aku merasakan betapa nikmatnya menangis…
Hal yang sudah lama tak kurasakan…
Semoga dengan “ritual” menangis ku hari ini, bisa melembutkan hatiku…

 
Ya Rabb…ampuni hamba yang selama ini terlalu larut & terlena dengan segala nikmat yang Kau berikan…
Ya Rabb…aku ingin kembali seperti dulu, menjadi seseorang yang mudah meneteskan  air mata ketika memohon pada Mu…


Yah…bagi seorang muslim menangis merupakan buah kelembutan hati dan pertanda kepekaan jiwanya terhadap berbagai peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya…
Hanya berharap..semoga Allah berkenan melembutkan hatiku… J

Jadi…apa salahnya menangis???


Teruntuk dua orang sahabat yang kutemui sore tadi…
Sungguh, aku merasa sangat beruntung bisa mengenal kalian…
Tetap ajari aku banyak hal ya…
dan tetap…saling menguatkan…


Blimbingsari, CT IV no 69
11 Juli 2012
22:56

Rabu, 25 April 2012

ini sahabatku...kalo sahabatmu? ^^

Memiliki sahabat yang karakternya beraneka ragam itu memang sangat menyenangkan. Aku jadi belajar banyak hal dari mereka…ini nih beberapa sahabat yang ku punya…


 Sahabatku yang pertama ini termasuk golongan wanita yang sangat sering menggunakan logika dibanding dengan perasaan. Dia tipe orang yang spontan, terlebih dalam hal yang berhubungan dengan ukhuwah. Dia juga orang yang blak – blakan  dalam berpendapat, dulu diawal mengenalnya, aku sering terkaget – kaget dengan caranya mengungkapkan apa yang dia pikirkan. Bersamanya aku tak butuh alasan untuk bersilaturahim. Bersamanya aku belajar meminimalisir menggunakan perasaanku dalam penyelesaian masalah. Bersamanya aku belajar mengungkapkan apa yang aku pikirkan. Dan bersamanya aku belajar menjadi lebih usil…haha…Pernah…mmmm….atau mungkin lebih tepatnya sering ada yang terheran – heran melihat kedekatan kami..katanya, “kok bisa kalian berdua deket, padahal kan kalian itu beda bgt karakternya…” dan menanggapinya, kami cm tersenyum…bukankah justru kami bisa saling melengkapi?? ^^
Berbeda dengan sahabatku yang pertama, sahabatku yang kedua ini sangat sering terjebak dengan perasaannya sendiri. Dulu dia orang yang selalu menyimpan apa yang dia rasakan, mau marah, sedih, mangkel, dia gak pernah mau bilang. Tapi ujung2nya dia sering bingung dengan apa yang dia rasakan. Dia juga orang yang spontan dalam hal yang berhubungan dengan ukhuwah. Ketika dulu saling memperkenalkan diri, ternyata ada banyak hal yang sama pada diri kami, salah satunya golongan darah. Mungkin gara2 banyak kesamaan itu kali ya kami jadi nyambung banget kalo ngobrol. Bersamanya aku belajar berbagi. Bersamanya aku belajar, ukhuwah itu nggak mengenal balas budi. Bersamanya aku belajar tentang ketulusan dalam bersaudara. Semoga dia juga mengambil hal2 baik yang ada padaku deh….^^’
Sahabatku yang ketiga ini salah satu sahabat yang paling sering bikin perutku sakit gara2 tingkahnya. Sebenernya, pada dasarnya dia “gak terlalu cerewet” sih, tapi kalo dia udah mulai berkata – kata, bakal bisa menimbulkan ekspresi yang macem2 deh dari orang2 yang ada di deketnya. Dia orang yang sangat ekspresif...jadi jangan kaget kalo suatu hari nanti misal kau bertemu dengannya pas ketika dia sedang kaget, maka kau akan melihatnya entah dia berteiak lepas, entah jejeritan sambil menutup mulutnya, pokoknya lucu deh. Kadang, dia membuat orang yang di dekatnya terharu, kadang terbengong2 karena kaget, kadang tertawa, dan tak jarang malah jadi maluuuu…haha…salah satu hal yang sering kudapat ketika bersamanya…aku belajar melihat dunia dari sudut pandang yang lain…
Jika di tiga sahabatku yang tadi aku menemukan cukup banyak kesamaan, di sahabatku yang keempat ini, justru aku agak kesulitan menemukan kesamaan. Dengan sahabatku yang pertama, walaupun secara di luar kami tampak sangat berseberangan, sebenarnya di dalam justru banyak hal dari diri kami yang sama…tapi, dengan sahabatku yang satu ini….dari luar kami sangat terlihat berbeda, dan dari dalam pun, selain sama2 suka membaca cerita fiksi, apa lagi ya kesamaan kami…hihihi…kalo 3 sahabatku yang sebelumnya sangat ekspresif & spontan terutama dalam hal yang berbau hubungan persaudaraan, yang satu ini sangat kebalikannya…malah, dia sering merasa tidak enakan ketika ada perhatian yang diberikan oleh saudari2nya, takut merepotkan & jadi canggung katanya..tapi, buatku dengan dia yang seperti itulah dia menjadi unik dan special. Bersamanya aku belajar mempraktekkan apa yang aku pelajari dari sahabat2ku yg lain. Bersamanya aku belajar memberikan yang terbaik untuk orang – orang yang kucintai. Dan bersamanya aku belajar lebih kreatif ^^
Itu baru empat, masih banyak sebenarnya tipe sahabat yang aku punya…dari yang paling “lurus” sampe yang paling “aneh” ada semua…tapi klao mau ditulis semua...mmm...lain waktu mungkin ya...^^

taukah, apa yang aku suka dari ukhuwah yang terjalin dengan banyak sahabatku itu? Mengutip pernyataan salah seorang sahabatku, “aku suka, kalian itu konkrit, kalo ada yang butuh bantuan langsung bilang, klo ada yang bisa bantu tanpa banyak mikir langsung bantu, kalo gak bisa bantu secara langsung ya coba cari peluang bantu dengan cara yang lain…”
Satu hal yang aku tanamkan dalam2 adalah tidak ada kata “BALAS BUDI” dalam persaudaraan…
Itu juga kata2 dari salah seorang sahabatku, ketika dia menceritakan pengalamannya pernah diomelin oleh seorang sahabatnya, gara2 dia bilang bahwa apa yang dia lakukan saat itu sebagai balas budi atas kebaikan yang dilakukan oleh sahabatnya di waktu dulu…
Yang jelas, aku sayang semua sahabatku, dengan segala keunikan mereka…walaupun mereka kadang nyebelin, walaupun kadang bikin nangis, kadang bikin bingung….yah, apapun dan bagaimanapun itu, mereka telah mengajarkan kepadaku banyak hal…



Spesial untuk sahabat2ku…semangat menebar cinta…
Uhibbukum fillah…
^_^




Khansa, Senin 23 April 2012

Kamis, 19 April 2012

akhirnya...

Dulu pas SMA sebenarnya sudah pernah bikin blog dan posting beberapa tulisan...
tapi karena banyak alasan, akhirnya gak terurus deh itu blog....
giliran inget dan pengen posting2 lagi...eh...ternyata udah hangus..^^
habis itu males mau bikin lagi...kalo lagi ada ide nulis, biasanya cuma diluapkan di si kompi(kalo gak lg males :p)...

karena akhir - akhir ini sering tiba-tiba muncul ide, yang kalo gak segera ditulis suka (lbh tepatnya --> sering) lupa, AKHIRNYA memutuskan buat bikin blog lagi deh... ^^
sekalian mengasah kemampuan bercerita lewat tulisan lah...sukur2 bisa menginspirasi orang lain...kalopun tidak, yaaa setidaknya bermanfaat buat diri sendiri lah...bisa lega uneg - unegnya berkurang... ^_^